Kamis, 10 Januari 2008

Kroniek..

hampir 2 pekan saya mengerjakan kronik tahun 1921..
membuat kronik serasa ikut mata kuliah filsafat sejarah, tentang ini saya akan menuliskannya kapan-kapan. Karena malam ini, mata saya serasa diujung tanduk bantal. Apalagi saya sudah membuat janji dengan mami internaat kronik untuk saling mengendorkan syaraf dan membuat lancar aliran darah di badan, alias saya perlu segera pijat-pijat-an.hehe..

malam ini, saya ingin mengatakan satu hal: saya menyesal sudah, karena kesadaran bahwa saya tidak saja harus menggarap kronik Indonesia, tetapi mesti membuat catatan harian selama saya membuat kronik, justru baru muncul di tengah proses penggarapan. Bukankah segala sesuatu akan lebih baik bila dimulai dari diri sendiri, termasuk kerja keras bertahan membuat catatan kegiatan saban hari. hm..
Pagi ini, saya menyambangi stasiun Gambir, karena KRL Ac Bekasi-Jakarta turun di Gambir. Stasiun ini tetap saja menjadi stasiun "kelas satu", karena hanya kereta eksekutif yang diizinkan berhenti bahkan tidak untuk bisnis. Stasiun ini adalah saksi terlalu banyak peristiwa semenjak masa kolonial.
Bila tidak salah, pekan lalu, saya menulis tentang prosesi pergantian gubernur jenderal dari Graaf van Limburg Stirum ke De Fock. Setelah turun dari kapal yang dikawal dua kapal torpedo dan dua mesin (pesawat) terbang di Tanjung Priok, sang gubernur jenderal berangkat menuju Weltevreden menggunakan kereta dan turun di stasiun Gambir. Tentu saja, banyak pejabat pemerintahan yang menjemput, lantas membawanya pergi menuju istana Merdeka. Di sana, Limburg Stirum telah menunggu sambil menanti menit per menit sebelum upacara serah terima jabatan dilangsungkan, meski Graaf Limburgh, dan Gravin, istrinya sudah terlampau sayang pada tanah Hindia yang membuat Nederland berlimpah uang karena rempah. Di stasiun ini pula, Graaf mengawali perjalanan sebelum akhirnya benar-benar pulang kampuang meninggalkan Hindia. Riuh orang mengantar kepergian jenderal yang telah menjabat 30 tahun lamanya ini. Dan lagi-lagi itu terlalu sering terjadi di stasiun Gambir. Tetapi saya tidak tahu pasti, di sebelah mana, sang gubernur jenderal itu berdiri, melambaikan tangan mengucap kata pisah.. jangan-jangan tepat di mana saya tadi berhenti dan memulai langkah, hahaha. ah, gambir..

Tidak ada komentar: