Kamis, 10 Januari 2008

Sarekat Islam Perempuan

Sore itu di Patehan wetan 3, tidak ada yang lebih mengejutkan dan membuat dahi berkerut selain bahwa saya mendapat jatah bikin kronik tahun 1921 dan 1925. Serasa ketiban sial, karena seumur-umur bisa dibilang terlalu jarang saya baca-baca buku seputaran tahun itu. Itu tahun seharusnya sangat akrab di telinga orang sejarah, karena pergerakan buruh sedang giat-giatnya mogok dan SI sedang hangat-hangatnya merumuskan bentuk organisasi. Tapi begitulan kenyataannya, saya jarang bersentuhan dengan SI, VSTP, PPPB, PFB, juga PKI. Asumsi saya, amat sulit menggarap pekerjaan sejarah bila kita tidak tahu peta minimal peristiwa sejarah kurun itu, demikian pula nasib pekerjaan kronik 1921 dan 1925.

Tapi pekan-pekan ini, saya baru tahu hikmah ketiban sial saya menggarap tahun 1921, karena dalam pekan-pekan ini hampir 3 kali saya temukan vergadering yang dikhususkan bagi kaum SI Perempuan. Kali ini bukan serasa ketiban sial, tapi ketiban durian jatuh alias dewi fortuna. Penjelasan tentang ketiban untung ini akan saya mulai dengan sedikit dongeng ihwal materi skripsi garapan saya. "Gerakan politik perempuan 1930-1941" adalah judul skripsi saya, tetapi fokus utama pembahasan lebih pada studi komparasi antara gerakan politik Istri Sedar yang cenderung bersifat nonkooperatif dengan gerakan politik Kongres Perempuan Indonesia yang bersifat kooperatif.

Istri Sedar berpolitik lewat keberanian beroposisi terhadap pemerintah kolonial, sementara KPI berpolitik lewat gerakan untuk memperoleh hak pilih perempuan. Penelitian tentang gerakan politik Istri Sedar sesungguhnya tidak terlalu memuaskan karena minimnya sumber sejarah, seperti koran Sedar (orgaan milik Istri Sedar) yang terbatas sampai 1932, padahal corak politik Istri Sedar bertahan sampai 1935 setelah 3 tahun memulai pada 1932. Tapi untuk memulai penulisan sejarah gerakan politik perempuan Istri Sedar, segala sesuatu perlu dimulai se-minimalis apapun kondisinya, karena bukankah sejarah niscaya menghadirkan penyempurnaan seiring ditemukannya sumber yang berserakan atau tercecer. Teramat minim data mengenai gerakan politik Istri Sedar jualah yang membuat nilai skripsi menjadi A-. Tapi bukan masalah, dan memang penelitian sejarah perempuan tidak bisa dengan begitu saja disamakan dengan penelitian sejarah bertema penyakit pes atau sejarah ekonomi yang sarat dengan data kuantitatif.

Sebenarnya pilihan tahun pembahasan menunjuk 1930, salah satunya akibat minimnya sumber sejarah tentang pergerakan politik perempuan sebelum tahun itu. Padahal pergerakan politik perempuan telah dimulai sejak akhir dekade kedua dan awal dekade ketiga abad-20, yakni keberadaan bagian perempuan dari Sarekat Islam yang berhaluan politis. Buku-buku sejarah paling-paling hanya menyebut bahwa tahun 1918 atau 1919 telah ada bagian perempuan SI. Atau juga dalam sejarah pergerakan rakyat tulisannya AK Pringgodigdo cukup dengan disebut bahwa pada 1924 telah ada hari khusus yang disediakan bagi bagian perempuan PKI mengadakan kongresnya.

Dan kali ini saya mengamini pernyataan, bahwa bila kita telah memiliki fokus persoalan sebagai sebuah kesadaran intelektual, maka serasa berkerumun dan menjalin dalam medan kesadaran. Bila sudah begitu, lingkungan sekitar seperti amat berdamai dengan medan kesadaran kita, salah satunya lewat berdatangannya sumber sejarah yang kita cari tanpa disangka-sangka dan menembus ruang juga waktu. Nah inilah yang saya alami dengan proyek kronik tahun yang tadinya saya anggap sial karena saya tak menguasainya, bahwa saya menemukan sumber eksistensi SI perempuan lewat koran-koran, dan itu memang cara satu-satunya terutama bagi orang yang awam bahasa Belanda sehingga kesulitan menelusuri arsip. Tentang apa yang saya temukan, saya akan menuliskannya lain waktu, karena kronik-kronik tak sabar minta segera diketik, agar segera pungkas kerjaan saya.. see u

Tidak ada komentar: