Selasa, 15 Januari 2008

Teks Agama

Tiga minggu sebelum ujian sampai hari ini, saya mulai lagi sering ke masjid dan sedikit banyak mewarnai waktu dengan aktivitas di masjid.. saya sedang mengurus pengajian anak di masjid, ternyata saya memang menyukai dunia anak-anak.. hehe. sewaktu masih di ekspresi, saya tetap meluangkan waktu mengurus pengajian anak sebagai refreshing..

Saya mulai membuat perpustakaan anak, baik di masjid atau di langgar. Saya ingin masjid tidak saja identik dengan aktifitas ritual tetapi juga identik dengan belajar.. lumayan, anak-anak rata-rata sudah mau baca buku sampai beberapa hilang (hehe) biar tak sekadar kenal televisi dan PS.

Lomba anak-anak juga tidak identik denagn lomba sholat, adzan, menghafal surat tetapi juga lomba menulis dan membaca puisi.
tetapi akhir-akhir ini, saya sedikit gusar. Apa pasal? lagi-lagi saya bertemu dengan orang yang terlampau tekstual menghadapi teks agama, yang percaya saja pada isi teks selama itu buku dikarang ulama besar tanpa mencoba melihat pendapat lain yang berbeda. Kebanyakan orang-orang tekstual keras kepala, matanglah sudah..

Begini kisahnya, mulanya saya menjadwal materi hari ahad adalah materi bebas. Bisa menulis, bermain, bernyanyi, menonton film dan apa saja yang menyenangkan. Panitia remaja yang rata-rata masih abg ingin mengisi materi lewat menyanyi. Mereka puya bekal alat musik seperti gitar dan ketipung. Ku pikir bercanda, Edi, seseorang yang mengaku ingin menerapkan pola Islam (ala siapa?), bilang menyanyi tidak boleh. Itu disampaikannya pada Romi, panitia yang masih duduk kelas 2 SMP dan suka nge-band. Saya bilang, menyanyi itu boleh, ahad besok Romi saya bilang agar tetap tampil.

Satu hari setelahnya, Romi menyerahkan kertas, katanya titipan dari Edi untuk saya. Saya baca, ternyata dia menulis argumen-argumen mengapa menyanyi dihukumi haram, apalagi pakai gitar dan ketipung, saya mah cuma bisa cengengesan. "Gimana mbak", kata Romi seperti ikut gusar. "Ga papa, kalian tetap ngisi ya besok ahad." Saya penasaran juga dengan argumen Edi, saya memang pernah mendengar ada ulama yang mengharamkan, lalu saya tanya pada ibu. Ibu sedikit menjelaskan, nyanyi hukumnya mubah, berarti boleh asal tidak keluar kaidahlah. Tetapi saya masih juga penasaran dengan ayat dalam surat luqman yang ia pakai untuk menjustifikasi larangan menyanyi. saya buka tafsir maraghi yang kebetulan ibu mengkoleksi. Ternyata walah ternyata, itu surat memang mengindikasikan larangan menyanyi, tetapi asbabun nuzulnya bisa membuat kita lebih arif menyimpulkan hukum menyanyi.

Lain hari, saya melihat tempelan di papan pengumuman masjid. Kebetulan satu hari pasca ujian alias 3 hari puasa saya dapat mens, jadi saya tidak intens ke masjid kecuali sore. Saya dapati tiga lembar kertas ditempel memanjang berjudul "bahayanya perempuan bagi laki-laki" lalu satu lembar tulisan "hukum wanita tidak berjilbab".. waduw.. serem amit itu tulisan.. isinya seputar neraka.. yang terbayang dalam pikiran saya cuma para ulama klasik yang memang menempatkan perempuan sangat-sangat terpinggir.. layaknya bakteri yang siap merusak kekebalan tubuh manusia... rada reaktif juga nih, kontan saya copot tu kertas dan saya pindahin ke ruang sekretrariat..
waduw dah sore, saya terlalu lama di warnet.. musti hengkang.. bersambung ya..

Tidak ada komentar: