Selasa, 15 Januari 2008

S(urastri) K(arma) Trimurti

sore ini tulisan tentang Surastri Karma Trimurti alias SK Trimurti selesai sudah.
Perempuan kelahiran boyolali ini telah merasai kejahatan fisik utawa kejahatan mental yang diberikan penjara secara cuma-cuma. Tubuhnya pernah ringsek disiksa kejam oleh Nedaci, seorang kenpeitai.

Tetapi di penjara Jurnatan, Semarang, tempat penyiksaan Trimurti berlangsung, Nedaci justru menyuguhkan sisi lainnya yang paling manusiawi. Karena di tempat itu ia berterus terang bahwa ia mencintai Sukapti, adik Trimurti.

Tetapi Trimurti juga berhak berterus terang tntg rasa yang paling manusiawi dari seorang tahanan yang dipukul sampai tak lagi mampu merasai sakit dari tubuhnya yang lebam. Tentu saja ia tolak mentah permintaan Nedaci untuk mengawini sah adiknya. Karena mengamini lamaran berarti meruntuhnya harga diri Trimurti, perangkat diri yang tersisa dari seorang tawanan.

S.K. Trimurti memang tak hanya dikenal sebagai tawanan, tetapi juga seorang jurnalis yang membuatnya berkenalan untuk kali pertama dengan terali besi. Ia sempat juga menjadi menteri perburuhan kabinet pimpinan perdana menteri Amir Syarifuddin. Sayang, usia kementriannya hanya berlaku tujuh bulan. karena Amir harus serahkan mandat pada bung Karno, yang menunjuk setelahnya seorang Hatta sebagai formatir kabinet.

Tetapi hikayat Trimurti dalam tahanan lebih "basah" untuk ditulis. Terakhir kali ia meringkuk dalam tahanan, gara-gara nasib apesnya yang dituding terlibat dalam peristiwa Madiun. ia sempat ditaruh dalam ruang, dan tidur di atas meja tulis kecil. yang membuatnya tidak bisa tidur, bukan saja perkara kecilnya meja, tetapi juga ujung bayonet prajurit yang sering mampir di kamarnya dan ditudingkan tepat di depan mukanya, sembari dikatai penghianatlah, atau sesekali diludahi meski tak mengenai mukanya.

Trimurti memang tak saja harus mendekam dalam bui selama masa kolonial, entah itu Belanda utawa Jepang. Tetapi ia harus pula meringkuk dalam penjara sesudah kemerdekaan diproklamasikan, momen paling historis kepunyaan negeri ini, yang ia tunggu dengan jantung berdegup. Trimurti tidak saja menunggu, tapi ia juga menyaksikannya dari pegangsaan timur no 56..

Tidak ada komentar: